31.4 C
Jakarta
Wednesday, October 16, 2024
HomeBeritaTingginya Tren Bunuh Diri: Dampak Teknologi dan Pandemi

Tingginya Tren Bunuh Diri: Dampak Teknologi dan Pandemi

Data statistik dari Pusat Informasi Kriminal Nasional Kepolisian Republik Indonesia (Pusiknas Polri) menunjukkan peningkatan angka bunuh diri di Indonesia pada periode 2018-2023. Angka-angka tersebut masih belum sepenuhnya mencerminkan situasi yang sebenarnya. Pengamat sosial dari Universitas Indonesia (UI), Devie Rahmawati, menjelaskan bahwa peningkatan angka bunuh diri ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk pengaruh teknologi dan adanya pandemi Covid-19.

Devie mencatat bahwa teknologi telah menyebabkan tingkat stres yang tinggi pada masyarakat, terutama di era digital. Selain itu, pandemi Covid-19 juga turut menyebabkan peningkatan angka bunuh diri, terutama pada anak dan remaja. Dia menyebut bahwa faktor-faktor ini sudah terbukti terjadi di negara-negara maju dan juga dapat terjadi di Indonesia.

Faktor lainnya adalah media, dimana anak-anak dan remaja banyak mencari informasi dan referensi dari media ketika menghadapi masalah. Hal ini mengakibatkan kasus bunuh diri pada anak dan remaja setelah menonton konten media yang merujuk pada perilaku tersebut. Sebagai contoh, Amerika Serikat mengalami peningkatan kasus bunuh diri remaja setelah dirilisnya sebuah serial berjudul “13 Reasons Why” pada tahun 2017.

Faktor terakhir yang juga mempengaruhi peningkatan angka bunuh diri adalah pola asuh digital. Devie menuturkan bahwa pola asuh digital menyebabkan anak-anak dan remaja merasa semakin kesepian karena perhatian orang tua kebanyakan tertuju pada teknologi digital. Anak-anak yang seharusnya mendapatkan pendampingan, kini cenderung merasa terabaikan.

Data dari Pusiknas Polri menunjukkan bahwa angka bunuh diri selama rentang waktu 2018-2023 terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Namun demikian, data ini juga belum menunjukkan situasi yang sebenarnya karena minimnya data dan pelaporan. Masih banyak stigma negatif terkait dengan bunuh diri, membuat beberapa kasus tidak terlaporkan ke pihak berwenang.

Direktur Utama Pusat Kesehatan Jiwa Nasional, Nova Riyanti Yusuf, menyatakan bahwa minimnya pelaporan dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan jiwa menjadi salah satu alasan mengapa angka bunuh diri, terutama di Jawa Tengah, masih tinggi. Salah satu solusi yang diusulkan adalah adanya pendataan yang lebih baik terkait kesehatan mental dan jiwa di Indonesia.

BERITA TERBARU
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER