28.3 C
Jakarta
Sunday, November 17, 2024
HomeBeritaJurnalis Mochtar Lubis Menuju Paris Setelah 50 Tahun Malari, Saat Pasar Senen...

Jurnalis Mochtar Lubis Menuju Paris Setelah 50 Tahun Malari, Saat Pasar Senen Dibakar Massa

Jakarta, 28 Februari 2022—Peristiwa Malari tahun ini sudah berumur 50 tahun. Ada segudang perspektif dalam salah satu kerusuhan terbesar di masa Orde Baru yang dapat diperhatikan kembali. Beberapa buku dan pandangan para tokoh yang terkait dengan peristiwa tersebut sudah disampaikan. Sudut pandang yang berbeda maupun sama telah didengar, termasuk dari dua tokoh utama peristiwa tersebut, yaitu Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia, Hariman Siregar, dan Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Soemitro. Republika kali ini mencoba melihat peristiwa ini dari sudut pandang seorang jurnalis senior pada masa itu, yaitu Mochtar Lubis.

Penulis biografi Mochtar Lubis, David T Hill, merinci bagian khusus mengenai Malari dalam bukunya yang berjudul “Jurnalisme dan Politik di Indonesia, Biografi Kritis Mochtar Lubis (1922-2004) Sebagai Pemimpin Redaksi dan Pengarang”. Koran-koran moderat dan oposisi, seperti Abadi, Harian KAMI, dan Indonesia Raya semakin mengkritik strategi pembangunan ekonomi pemerintah. Mereka memiliki kekhawatiran mengenai praktik investasi Jepang dan hubungan pemodal Tionghoa dengan perwira-perwira militer terkemuka. Selama tahun 1973, Indonesia Raya mengungkapkan keprihatinannya terhadap lemahnya penegakan hukum dan ‘penyederhanaan’ atas oposisi, yang kini hanya dua partai politik. Koran ini juga mendukung kecaman dari mahasiswa dan intelektual terhadap korupsi dan politik ekonomi pemerintah, yang dianggap telah memerlebar kesenjangan antara kaya dan miskin.

Pada bulan Maret, atas tidak adanya tindakan parlemen terhadap korupsi, Indonesia Raya bertanya secara retorika, ‘apakah mahasiswa dan orang muda perlu diperintah agar kembali turun ke jalan seperti tujuh tahun lalu?’. Kecaman mereka terhadap ‘lobi Jepang’, Asisten Pribadi Presiden (terutama Soedjono Hoemardani), tata kelola ekonomi yang buruk, kebijakan investasi asing, dan nepotisme di dalam pemerintah, semakin tajam dalam tiga bulan terakhir tahun 1973.

Mereka juga memandang baik kegiatan Jenderal Soemitro, walaupun Mochtar Lubis memberikan pandangan berbeda bahwa mereka (Indonesia Raya) tidak merasa bekerja sama dengan Soemitro. Mochtar Lubis menyarankan agar Yayasan Indonesia mengadakan seminar mengenai untung-rugi penanaman modal asing di Indonesia. Bersama dengan beberapa koran lain, mereka menganggap baik kegiatan-kegiatan Jenderal Soemitro, terutama pada bulan November 1973.

Keterbukaannya kepada mahasiswa memberi kesan tingginya simpati untuk reformasi. Pada foto yang dimuat di halaman depan Indonesia Raya dari diskusi bersama penulis drama pembangkang Rendra, Soemitro menegaskan bahwa pada bulan April 1974 akan menyambut ‘pola baru kepemimpinan’.

Mochtar Lubis di luar negeri ketika kerusuhan bergejolak. Setelah kembali dari Paris, Mochtar Lubis diinstruksikan untuk tidak pergi ke luar negeri. Ia juga dipanggil untuk diperiksa seminggu sekali selama dua bulan. Tidak ada tuntutan hukum formal yang diajukan, namun, para interogator menuduh dia menggerakkan mahasiswa untuk menggulingkan pemerintah.

Akhirnya, pada 4 Februari 1975, lebih dari satu tahun setelah Malari, ia ditangkap untuk menjalani hampir dua setengah bulan dalam penjara Nirbaya di pinggiran tenggara Jakarta hingga 14 April.

BERITA TERBARU
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER