25.2 C
Jakarta
Monday, November 18, 2024
HomeprabowoPejuang Nasional Raden Mas Tumenggung Ario Soerjo

Pejuang Nasional Raden Mas Tumenggung Ario Soerjo

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku Kepemimpinan Militer 1: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto]

Gubernur Suryo tidak bisa dilepaskan dari peristiwa 10 November 1945. Dia bahkan berada di balik keputusan terjadinya pertempuran Surabaya yang merupakan salah satu kejadian penting dalam sejarah perang yang melibatkan rakyat Indonesia. Pertempuran hebat antara arek-arek Suroboyo yang terdiri dari para pemuda dan santri dengan tentara Inggris tersebut merupakan peristiwa yang sangat heroik dalam memperkokoh kemerdekaan Republik Indonesia.

Pertempuran besar dengan negara pemenang Perang Dunia II ini memakan waktu selama tiga minggu dengan menelan korban jiwa lebih dari 16 ribu pejuang Indonesia dan 200 ribu rakyat sipil mengungsi. Dahsyatnya pertempuran tersebut sehingga setiap tahunnya kita peringati peristiwa 10 November ini sebagai Hari Pahlawan.

Pertempuran 10 November buntut dari tewasnya Brigjen Aubertin Walter Sothern Mallaby yang tertembak dalam bentrokan senjata antara pihak Indonesia dan Inggris karena kesalahpahaman pada 30 Oktober 1945. Pihak Inggris marah besar atas tewasnya jenderal perang mereka sehingga menuntut agar pelaku ditangkap.

Namun serangkaian pertemuan yang dilakukan Panglima Divisi 5 tentara Inggris, Mayjen Robert C. Mansergh dengan pimpinan Kota Surabaya untuk menyampaikan maksud tersebut berakhir buntu.

Hingga akhirnya usai shalat Jumat pada 9 November 1949, tentara Inggris menyebar pamflet ultimatum lewat udara yang ditujukan kepada para pemimpin, pejuang dan umumnya seluruh rakyat Surabaya. Ultimatum tersebut antara lain semua pemimpin bangsa Indonesia harus menyerahkan diri; semua orang yang bersenjata dan tidak berhak mempunyai senjata harus menyerahkan senjata; semua orang perempuan dan anak bangsa Indonesia harus meninggalkan kota dan hanya boleh pergi ke Mojokerto dan Sidoarjo melalui jalan raya.

Jika ultimatum yang diberi batas waktu sampai pukul 6 sore tersebut tidak ditaati, tentara Inggris akan menghancurkan seluruh Kota Surabaya.

Tentu saja ultimatum tersebut membuat penduduk Surabaya panik. Namun para pemuda militan pimpinan Bung Tomo yang sejak awal menolak tuntutan Inggris tersebut sudah menyatakan siap perang.

Sementara Gubernur Suryo meminta warga Surabaya tetap tenang karena harus menunggu arahan, perintah dari Jakarta. Namun ternyata Pemerintah Pusat yang dipimpin Bung Karno, menyerahkan sepenuhnya kepada rakyat Surabaya langkah apa yang akan diambil.

Dalam kondisi demikian, Gubernur Suryo harus mengambil keputusan penting. Keputusan yang akan menentukan masa depan Surabaya, bahkan Indonesia. Keputusan yang akan menunjukkan kepada dunia apakah Indonesia adalah bangsa besar, bangsa pejuang yang tidak takut kepada siapa pun termasuk negara super power seperti Inggris dalam membela kedaulatan negeri atau menjadi bangsa yang takluk, takut dengan ultimatum negara lain, dan akhirnya menyerah sebelum berperang. Keputusan besar itu ada di tangan Gubernur Suryo.

Hingga menjelang hampir tengah malam, setelah lewat dari batas waktu yang ditentukan Inggris, Gubernur Suryo akhirnya menyampaikan keputusan penting tersebut kepada rakyat Surabaya lewat saluran radio. Pidatonya memang tidak berkobar-kobar seperti Bung Tomo. Namun pidato singkat yang disampaikan dengan tenang itu sarat energi sehingga menggerakkan semua orang yang mendengarnya untuk siap membela Tanah Air sampai titik darah penghabisan.

Bung Tomo memang diakui sebagai pemimpin revolusioner yang menggerakkan dan membangkitkan semangat rakyat, tapi pidato Gubernur Suryo itu juga tidak kalah heroiknya. Bahkan pidato itu menjadi komando perang untuk yang pertama kali dalam memulai perang besar ini.

Saya tidak bisa membayangkan bagaimana suasana hati Gubernur Suryo saat akan membacakan pidatonya.

Bayangkan, Gubernur Suryo bukan prajurit, bukan tentara. Tapi dia paham, dia punya tanggung jawab sejarah. Dia mengerti tugas seorang pemimpin. Bahwa pemimpin itu harus kesatria, pemimpin harus membela kehormatan bangsa. Dia mewakili bangsanya. Dia telah menunjukkan dan memberikan contoh kepada generasi penerus bagaimana seorang pemimpin mengambil keputusan, bagaimana seorang pemimpin dalam membela Tanah Air.

Source link

BERITA TERBARU
- Advertisment -
Google search engine

BERITA POPULER