Pakar kesehatan dan keselamatan kerja dari Universitas Airlangga (Unair), Putri Ayuni Alayyannur, menyoroti kejadian pilot dan kopilot maskapai Batik Air yang tertidur saat bertugas saat menerbangkan pesawat dari Bandara Haluoleo, Kota Kendari menuju Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng pada 25 Januari 2024.
Berdasarkan hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), kejadian tersebut terjadi karena pekerja tidak mendapat waktu istirahat yang cukup. Akibatnya, pilot berusia 32 tahun dan kopilot 28 tahun itu, membuat pesawat nyaris terbang ke arah Garut, Jawa Barat. Beruntungnya pilot terbangun dan mengalihkan pesawat kembali ke Jakarta.
Putri menilai bahwa kondisi pilot dan kopilot Batik Air tersebut merupakan bentuk kelelahan dalam bekerja. Kejadian ini bisa terjadi di berbagai bidang pekerjaan, bukan hanya penerbangan.
“Istirahat yang minim menyebabkan penurunan fokus sehingga pekerja tidak maksimal dalam bekerja. Hal ini perlu dipertimbangkan dan dievaluasi oleh pihak maskapai,” ujar Putri di Surabaya, Jawa Timur, pada Senin (18/3/2024).
Putri menjelaskan bahwa kejadian tersebut memiliki dampak yang signifikan bagi dunia penerbangan. Kelalaian semacam itu dapat menimbulkan korban jiwa jika tidak ditangani dengan cepat, terutama jika pilot tidak segera sadar.
Selain itu, kejadian tersebut bisa merusak kepercayaan masyarakat terhadap maskapai. Masyarakat bisa beranggapan bahwa Batik Air tidak mempersiapkan penerbangan dengan baik dan kurang dalam mengawasi pilot dan kopilot.
Putri menekankan pentingnya keseimbangan antara hidup dan pekerjaan untuk mengurangi kelelahan dalam bekerja. Perlu dilakukan kajian mendalam terkait jam kerja yang tepat untuk pilot dan kopilot.
“Sebagai contoh, jika pilot A dan kopilot B melakukan penerbangan dari pukul 08.00 hingga 10.00, mereka dapat istirahat sejenak di bandara daripada di pesawat. Kebutuhan gizi juga perlu diperhatikan,” tambahnya.
Ketiduran kopilot disebabkan oleh kelelahan karena mengurus anaknya. Berdasarkan hal tersebut, rencana undang-undang terkait cuti 40 hari bagi suami yang istrinya melahirkan perlu segera diwujudkan.
Putri juga menegaskan pentingnya kebijakan dalam menyeimbangkan jam kerja dan istirahat yang tepat sesuai dengan jenis pekerjaan. “Sudah saatnya kita mulai memperhatikan hal-hal kecil yang berdampak besar. Ini bukanlah sesuatu yang bisa dianggap sepele lagi,” kata Putri.