Sabtu, 30 Maret 2024 – 23:01 WIB
Malang – Kasat Reskrim Polresta Malang Kota Kompol Danang Yudanto mengungkapkan ada beberapa motif yang melatarbelakangi suster berinisial IPS (27 tahun) tega menganiaya anak selebgram Aghnia Punjabi. IPS kini berstatus tersangka dan ditahan di Polresta Malang Kota.
“Motif berdasarkan hasil penyidikan dalam BAP pengakuan dari pelaku motifnya adalah tersangka ini merasa jengkel dengan korban. Akibat ketika itu korban ingin diobati karena bekas cakaran yang ada di tubuh korban namun korban menolak tidak mau,” kata Danang, Sabtu, 30 Maret 2024.
Selain soal sikap anak Aghnia yang enggan diobati. Pelaku mengaku ada masalah keluarga di kampung halaman. Meski begitu polisi tidak membenarkan tindakan IPS. Sebab, akibat keganasan IPS anak dari Aghnia mengalami sejumlah luka.
“Selain itu juga pengakuan dari tersangka ada beberapa faktor pendorong. Pengakuan tersangka pada saat itu ada salah satu anggota keluarga dari tersangka yang sedang sakit. Namun itu tidak bisa dijadikan alasan pembenar apa pun untuk melakukan kekerasan terhadap anak,” ujar Danang.
Penganiayaan ini terjadi pada Kamis, 28 Maret 2024. Dari pengakuan pelaku penganiayaan hanya dilakukan sekali saat itu. Tetapi polisi tidak mempercayai begitu saja. Polisi akan memeriksa rekaman CCTV untuk mengetahui garis waktu setiap kejadian.
“Jadi dari CCTV masih kita lakukan pendalaman tentunya kita akan analisa sampai berapa memori ataupun berapa timeline yang bisa kita dapatkan di CCTV tersebut. Kita akan petakan apakah ada bentuk-bentuk kekerasan lain yang bisa kita deteksi dan identifikasi dari rekaman CCTV tersebut,” ujar Danang.
Danang menuturkan, polisi juga akan melakukan pemeriksaan kejiwaan bekerjasama dengan Polda Jatim. Merekan akan mendatangkan psikolog termasuk saksi ahli untuk bisa mem-profiling baik itu tersangka pelaku ataupun korban.
“Kondisi korban tentunya saat ini masih dalam masa observasi masa perawatan. Kita doakan yang terbaik saja pemuliahan korban baik secara fisik maupun secara psikis tentunya. Untuk trauma fisik sudah nampak terlihat secara visual namun untuk trauma psikis pastinya ada. Namun untuk bagaimana kadar trauma tersebut dan penanganannya adalah ranah daripada ahli psikolog,” tutur Danang.
Sementara itu, Kapolresta Malang Kota Kombes Pol Budi Hermanto mengatakan bahwa penganiayaan ini terjadi pada Kamis, 28 Maret 2024. IPS lantas melapor ke orangtua korban bahwa bocah berusia 3 tahun itu mengalami cedera akibat jatuh. Korban mengalami luka memar di bagian mata sebelah kiri, memar pada bagian kening dan bagian tengah atas.
“Pada saat dikirim foto kepada orang tua korban muncul kecurigaan sehingga orang tua korban membuka DVR CCTV yang ada di dalam kamar. Diketahui di mana ada beberapa perlakuan tindakan kekerasan terhadap anak dengan cara memukul, menjewer, mencubit, bahkan menindih,” kata perwira yang akrab disapa Buher itu, Sabtu, 30 Maret 2024.
Hasil visum sementara di Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA Kota Malang) diketahui bahwa ada luka memar pada mata sebelah kiri. Ada luka goresan di kuping sebelah kanan dan kiri. Begitu juga dengan bagian kening.
“Hasil interogasi dan penyidikan oleh penyidik Unit PPA Satreskrim Polresta Malang Kota ada beberapa tindakan yang dilakukan oleh suster kepada korban dengan cara memukul menggunakan buku. Sudah kita amankan ada beberapa buku yang digunakan termasuk menyiram dengan minyak gosok salah satu minyak merk dan juga memukul dengan bantal ini terekam oleh CCTV,” ujar Buher.
Setelah bukti-bukti kuat, polisi memeriksa para saksi dan melakukan gelar perkara. Polresta Malang Kota akhirnya meningkatkan status IPS sebagai tersangka dan melakukan penahanan terhadap tersangka.
“Kami juga akan melaksanakan koordinasi dengan jaksa penuntut umum termasuk akan mengirim barang bukti CCTV kepada lab olatorium digital forensik yang ada di Polda Jawa Timur. Termasuk kami akan menunggu koordinasi dengan hasil visum yang sudah dilakukan di Rumah Sakit Saiful Anwar,” tutur Buher.
Akibat perbuatanya tersangka dijerat dengan Pasal 80 ayat 2 UU RI Nomor 35 tahun 2014 perubahan UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak tindak pidana kekerasan terhadap anak dengan ancaman hukuman penjara 5 tahun. Serta tindakan kekerasan dengan benda atau barang dengan ancaman denda paling banyak Rp100 juta.