Liputan6.com, Jakarta Halal bihalal dikenal dengan salam-salaman dan saling bermaafan di hari lebaran. Bahkan, meski Idul Fitri sudah berlalu, halal bihalal biasanya tetap dilakukan di hari pertama masuk kantor.
Dalam pandangan Islam, halal bihalal dinilai sebagai kegiatan yang positif. Pengasuh Pondok Pesantren Al-Mansuriyah Kalijaring, Tembelang, Jombang, KH Ahmad Roziqi juga menganjurkan masyarakat Muslim untuk melakukan halal bihalal.
Pasalnya, tradisi bermaaf-maafan yang hanya ada di Indonesia itu diyakini dapat menyempurnakan peleburan doa.
“Halal bihalal itu penyempurna pelebur dosa, maka lakukanlah maaf-maafan dengan sesama manusia,” kata Ahmad Roziqi mengutip NU Online, Selasa (16/4/2024).
Kiai Roziqi menjelaskan, penyempurna peleburan dosa berkaitan dengan puasa Ramadhan dan segala ritualnya. Berbagai literatur menyebut, Allah menjanjikan peleburan dosa bagi yang mau menjalankan puasa, qiyamul lail, dan ritual-ritual lainnya.
Hal ini termuat dalam hadits tentang fadhilah puasa yang terdapat di dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, hadits tersebut yaitu:
مَن صامَ رَمَضانَ إيمانًا واحْتِسابًا غُفِرَ له ما تَقَدَّمَ مِن ذَنْبِهِ
Artinya:
“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan didasari oleh keimanan dan mengharapkan pahala maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”
Hal senada juga dijelaskan Sulthon Al-Ulama Syaikh ‘Izz Al-Din bin Abd As-Salam ketika menafsirkan penutup ayat wajibnya puasa yang ada di dalam kitab Maqashid As-Shaum karya Syeikh Izz Al-Din Abd Al-Aziz bin Abd As-Salam, yaitu:
معناه لعلكم تتقون النار بصومه فإن الصوم سبب لغفران الذنوب الموجبة للنار
Artinya:
“Maknanya adalah puasa yang dijalani bisa dijadikan sebagai pelindung dari siksa neraka. Hal ini dikarenakan puasa adalah sebab diampuninya dosa-dosa yang bisa menggelincirkan pelakunya ke dalam neraka.”