Industri manufaktur Indonesia terus menunjukkan peningkatan setelah pandemi Covid-19. Hal ini diikuti dengan investasi dari pelaku industri baik dalam maupun luar negeri yang masuk ke sektor manufaktur Indonesia. Nilai investasi dalam sektor industri pengolahan nonmigas mengalami lonjakan tajam dari Rp 186,79 triliun pada tahun 2014 menjadi Rp 565,25 triliun pada tahun 2023. Selama satu dekade, total investasi di sektor ini mencapai Rp3.031,85 triliun. Peningkatan investasi ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak mengalami deindustrialisasi.
Namun, peneliti ekonomi CORE Indonesia, Yusuf Rendy Manilet menyoroti bahwa kemajuan tersebut masih terganggu oleh kurangnya koordinasi antarinstansi pemerintah. Menurutnya, diperlukan peningkatan koordinasi agar sektor manufaktur dapat berkembang secara menyeluruh. Program hilirisasi yang diterapkan oleh pemerintah telah memberikan dampak positif, terutama pada sektor industri logam. Hal ini diharapkan dapat membantu pertumbuhan sektor manufaktur dalam jangka menengah dan panjang.
Chief Economist PermataBank, Joshua Pardede menyatakan bahwa program hilirisasi juga berperan dalam mengatasi masalah pelebaran current account deficit (CAD) di Indonesia. Dengan melihat output industri yang terus meningkat, Indonesia semakin kuat dalam jajaran manufaktur dunia. Dalam meningkatkan investasi di sektor manufaktur, pemerintah perlu memberikan insentif bagi investor, memperhatikan infrastruktur yang memadai, meningkatkan pengembangan SDM, mendukung inovasi, meningkatkan efisiensi operasional, memperluas pasar ke luar negeri, dan memberlakukan kebijakan yang konsisten dan berkelanjutan.