Jakarta (ANTARA) – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) baru saja merayakan hari ulang tahun atau HUT ke-16. Usia yang relatif muda bagi sebuah organisasi yang mengemban tugas besar dan penting dalam setiap hajatan elektoral. HUT Ke-16 Bawaslu yang dirayakan pada 16 April tersebut makin spesial dengan diselenggarakannya halalbihalal pasca-Lebaran yang dihadiri oleh jajaran kementerian/lembaga. Bawaslu lahir pada tanggal 9 April 2008 yang ditandai dengan pelantikan lima pimpinan periode pertama sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. Lembaga tertinggi hingga terendah adalah Bawaslu, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan (Panwascam), serta Pengawas Pemilu Lapangan (PPL). Kemudian pada 2010, Bawaslu mengajukan uji materi terhadap UU 22/2007 agar perekrutan pengawas pemilu di daerah tidak melibatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Gugatan tersebut kemudian dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK). Pada 2011, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu memberikan penguatan kepada Bawaslu untuk memiliki kewenangan menangani sengketa pemilu. Bawaslu Provinsi pun dibentuk. Kemudian pada 2013, Sekretariat Jenderal Bawaslu terbentuk. Berikutnya pada 2015, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, mengatur hadirnya Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS) yang berjumlah satu orang. Selanjutnya pada 2017, melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum membuat Bawaslu dapat memutus perkara terhadap pelanggaran administrasi pemilu, bukan sebatas pemberi rekomendasi saja seperti dahulu. Bawaslu Kabupaten/Kota pun akhirnya terbentuk. Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan bahwa momentum halalbihalal pada peringatan HUT ke-16 ini diharapkan menjadi semangat untuk memulai kembali proses pembenahan organisasi sekaligus sebagai refleksi. Bawaslu pada usia dwiwindu itu dinilai sudah ajek secara organisasi sehingga diharapkan dapat melakukan banyak hal ke depannya. Selain itu, perbaikan organisasi secara bertahap tetap akan dilakukan. Kerja sama dengan kementerian/lembaga lain, termasuk pemerintah daerah, tetap dilaksanakan mengingat Bawaslu membutuhkan kerja ekstrakeras untuk melakukan pengawasan. Koordinasi dengan pemangku kepentingan lainnya memang dibutuhkan agar terbentuk upaya pencegahan pelanggaran pemilu dengan mempertimbangkan potensi adanya pihak-pihak yang enggan diawasi. Walaupun demikian, 16 tahun dinilai sebagai umur pubertas, yakni peralihan dari remaja menuju dewasa sehingga kehati-hatian tetap diperlukan. Bawaslu disebut masih memiliki pekerjaan rumah (PR), seperti mengajukan permohonan perubahan…