Kepala Ombudsman Perwakilan Provinsi Papua Barat, Musa Yoseph Sombuk, menegaskan bahwa pemilihan Rektor Universitas Papua (Unipa) periode 2024-2028 harus bebas dari suap, janji jabatan, dan berbagai bentuk intervensi lainnya.
“Illegitimacy tidak boleh ada dalam pencarian pemimpin perguruan tinggi,” kata Musa Sombuk di Manokwari, Sabtu, 20 April.
Dia menjelaskan bahwa Ombudsman telah menerima informasi tentang adanya oknum yang mencoba berbuat curang untuk mendapatkan suara terbanyak dalam pemilihan Rektor Unipa pada 25 April 2024.
“Praktik yang tidak menghormati prinsip-prinsip demokrasi yang bersih dan jujur seharusnya tidak diterima di lingkungan akademik. Oleh karena itu, Ombudsman akan melakukan pengawasan ketat,” katanya.
“Jangan gunakan cara-cara seperti itu (curang). Saya ingatkan, jika terbukti curang, maka bisa dituntut pidana,” ujar Musa.
Dia berharap agar 45 anggota senat yang memiliki hak suara yang mewakili seluruh komunitas akademik menggunakan akal sehat dan nurani untuk memilih Rektor Unipa periode 2024-2028.
Ada tiga calon rektor yang lolos dalam tahapan penyaringan, yaitu Dr. Meky Sagrim, Prof. Dr. Sepus M. Fatem, dan Dr. Aplena Elen Siane Bless.
“Senat dapat mempelajari visi misi masing-masing calon dan jejak rekam mereka sebelum menentukan pilihan,” kata Musa.
Menurutnya, jabatan rektor adalah amanah dari seluruh komunitas akademik untuk memimpin organisasi dalam periode tertentu, namun tetap dengan prinsip kolektif kolegial untuk menjaga eksistensi perguruan tinggi.
Rektor terpilih harus menciptakan iklim akademik yang kondusif, menyusun struktur akademik sesuai dengan aturan hukum, dan memberikan jaminan kualitas layanan untuk seluruh masyarakat kampus.
“Pemilihan rektor masih mengikuti metode lama, yaitu senat yang mewakili suara komunitas akademik. Jabatan rektor adalah mandat bersama,” kata Musa.
Ketua Senat Sementara Unipa, Prof. Dr. Jacob Manusawai, mengakui adanya informasi yang berkembang sebelum penyaringan empat calon menjadi tiga calon, yaitu janji pemberian jabatan jika memilih salah satu kandidat.
Perilaku tersebut, menurutnya, sangat bertentangan dengan standar moral perguruan tinggi dalam menjaga ruang demokrasi yang adil, benar, dan jujur demi mewujudkan pembangunan sumber daya manusia yang berintegritas.