Liputan6.com, Jakarta – Ada lima risiko kesehatan yang sering terjadi pada jemaah ketika melaksanakan ibadah haji di Tanah Suci. Seperti disampaikan praktisi Kesehatan Masyararakat dr Ngabila Salama, ibadah haji adalah jenis ibadah yang 90 persen kegiatannya menggunakan fisik.
“Ibadah haji merupakan salah satu jenis ibadah yang 90 persen kegiatannya (menggunakan) fisik. Tak terasa, sebentar lagi kloter pertama akan diberangkatkan pada 12 Mei menuju Madinah. Jamaah akan masuk Asrama Haji Pondok Gede untuk memastikan kesehatan tahap akhir pada 11 Mei,” kata Ngabila di Jakarta, Rabu, dilansir ANTARA.
Selama mengikuti ibadah haji, kesehatan dan kebugaran jemaah menjadi hal utama, kata Ngabila. Oleh karenanya patut dijaga dan dipertahankan. Berada di negara yang kondisi cuaca dan iklimnya berbeda, bisa meningkatkan risiko kesehatan.
Sejumlah risiko kesehatan yang sering ditemukan pada jemaah haji menurut Ngabila yakni kelelahan akibat tidak terbiasa bergerak dalam waktu cukup lama dan heat stroke. Kondisi serangan panas terjadi ketika tubuh tak lagi bisa mengontrol suhu karena cuaca yang terlalu panas dan sulit melakukan pendinginan. Penderita heat stroke bisa mengalami tubuh gemetar, tidak mengeluarkan keringat, kebingungan, hingga pingsan atau koma.
Risiko kesehatan lain yang dihadapi jemaah haji yakni pneumonia atau radang paru-paru, serangan jantung, dan kehilangan memori atau demensia.
Maka dari itu, Ngabila menjelaskan pemerintah berupaya untuk melakukan tes kesehatan sebelum jamaah berangkat agar kondisi fisik yang bersangkutan dipastikan sehat, layak terbang dan tidak terkena penyakit menular seperti tuberkulosis, pneumonia atau gagal jantung.