Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Provinsi Bali telah mempersiapkan rangkaian kegiatan untuk delegasi World Water Forum Ke-10 yang menunjukkan budaya masyarakat Bali dalam menghormati air sebagai sumber kehidupan.
“Bali memiliki kultur atau budaya yang genuine (tulus) tentang bagaimana menghormati dan mengapresiasi air,” kata Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra saat Konferensi Pers Persiapan Bali sebagai Tuan Rumah WWF Ke-10 yang dipantau secara daring dari Jakarta, Selasa.
Dijelaskan Indra, salah satu kegiatan yang telah dipersiapkan adalah Melukat. Dalam bahasa Indonesia, Melukat dapat diartikan sebagai kegiatan menyucikan diri dari kotoran jiwa dan batin.
Para delegasi diajak merasakan magisnya tradisi menyucikan diri dengan air yang telah disucikan dan didoakan. Pemerintah Provinsi Bali telah menyiapkan beberapa tempat Melukat, seperti di Jatiluwih, Pantai Mertasari Sanur, Pura Campuhan Windhu Segara, Pura Tirta Empul, dan Pura Taman Baginda.
“Jadi ada beberapa opsi yang mana nanti bisa dipilih, yang mana yang akan dikunjungi, kita persilakan,” kata Indra.
Menurut Indra, Melukat selaras dengan tema WWF Ke-10, yakni water for shared prosperity atau air untuk kesejahteraan bersama. Melukat, kata dia, menjadi simbol bahwa masyarakat Bali tidak hanya memanfaatkan, tetapi juga memuliakan air.
“Agenda ini tepat dengan konferensinya tentang air. Jadi air tidak hanya di-manage (diatur) supaya kita cukup kebutuhan, tapi air juga harus dimuliakan karena air adalah sumber kehidupan,” ujarnya.
Selain itu, delegasi WWF tahun ini juga akan diacak untuk menyaksikan Upacara Segara Kerthi di Pantai Kura-Kura Bali. Indra menjelaskan, Segara Kerthi merupakan upacara atau ritual memuliakan air untuk kehidupan.
“Ini adalah poin kami yang kami beri nama Bali Nice, suatu pertunjukan dari Bali yang kami persembahkan untuk peserta delegasi, untuk menunjukkan bahwa Bali juga memiliki kultur bagaimana memuliakan air,” imbuhnya.
Bersamaan dengan Upacara Segara Kerthi itu, delegasi WWF Ke-10 akan disuguhkan dengan pertunjukan tari sakral, antara lain, Tari Sanghyang Jaran, Tari Sanghyang Dedari, Tari Baris Cerekuak, Tari Rejang Putri Maya, dan Tari Topeng Sidakarya sebagai penutup upacara.
“Tari Topeng Sidakarya ini adalah tari yang menutup sebuah upacara yang menandakan atau memberikan simbol kepada kami sebagai penyelenggara upacara bahwa upacara ini telah direstui oleh Tuhan Yang Maha Esa,” ucapnya.
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2024