JAMBI – Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi yang terletak di Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi digadang-gadang bakal menjadi destinasi wisata budaya yang menakjubkan. Bagaimana tidak, kawasan ini ternyata menyimpan kekayaan cagar budaya berupa ratusan candi. Berdasarkan penelitian arkeologis, Candi Muara Jambi diperkirakan didirikan sekitar abad ke-7 hingga ke-13, selaras dengan periode kejayaan Kerajaan Sriwijaya. Era ini menandai salah satu puncak perdagangan dan kebudayaan di Asia Tenggara. Berada di kawasan seluas 3.981 hektar, kawasan situs ini bakal jadi salah satu kompleks cagar budaya terluas dan tertua di Asia Tenggara. Di kawasan ini terdapat sejumlah besar struktur dan artefak yang masih terpelihara dengan jumlah Candi dan Struktur sekitar 82 struktur, termasuk candi utama dan bangunan pendukung. Beberapa candi penting di antaranya adalah Candi Tinggi, Candi Gumpung, dan Candi Kedaton, yang masing-masing memiliki keunikan arsitektural dan historis.
Karena keistimewaaanya ini, Candi Muarajambi telah ditetapkan sebagai cagar budaya nasional oleh pemerintah Indonesia, dan terdaftar dalam Tentative List Warisan Dunia UNESCO sejak tahun 2009, yang menegaskan pentingnya pelestarian situs ini. Melalui pengakuan dan usulan sebagai situs Warisan Dunia oleh UNESCO, Candi Muarajambi mendapatkan perhatian internasional yang lebih luas, memperkuat posisinya sebagai salah satu situs bersejarah penting di dunia.
Karena memiliki keistimewaan dan nilai sejarah yang tinggi, pemerintah Indonesia pun melakukan upaya pelestarian. Tak main-main, pemerintah Indonesia menggelontorkan anggaran ratusan miliar untuk melakukan mega proyek Revitalisasi Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi. Rabu 5 Juni 2024, prosesi Tegak Tiang Tuo pun dilakukan sebagai tanda dijalankannya secara resmi mega-proyek Revitalisasi Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Tegak Tiang Tuo, tradisi lokal sebagai upacara peletakan tiang pancang yang dilaksanakan di lokasi pembangunan museum kompleks KCBN Muarajambi ini, dihadiri langsung oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid, Gubernur Jambi Al Haris, Plt. Kepala Badan Layanan Umum Museum dan Cagar Budaya Ahmad Mahendra, serta Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah V Jambi Agus Widiatmoko.
Museum ini akan menjadi yang terluas di Indonesia dengan luas 10 hektar, dan berada di kawasan candi Buddha terluas di Asia, dengan luas kawasan 3.981 hektar. Direktur Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek RI, Hilmar Farid, dalam sambutannya mengatakan prosesi ini telah dinantikan dengan baik, “Tegak Tiang Tuo pembangunan di KCBN Muarajambi ini merupakan langkah penting dalam perjalanan mewujudkan upaya Pemerintah dalam mendorong pelindungan warisan budaya di Indonesia. Melalui upaya ini, kami tidak hanya memperbaiki infrastruktur fisik, tetapi juga berkomitmen untuk melakukan kajian mendalam peradaban Muarajambi yang hilang melalui ekskavasi benda sejarah, mengidentifikasi makna-makna budaya dan sejarah yang terkandung di dalamnya dengan tujuan akhir untuk mengembalikan KCBN Muarajambi menjadi sumber inspirasi dan pengetahuan yang menyenangkan bagi publik,” kata Hilmar, Rabu, 5 Juni 2024.
Hilmar juga mengatakan, dengan dimulainya mega proyek revitalisasi ini, KCBN Muarajambi tidak hanya menjadi simbol keyakinan Buddha, tetapi juga pusat pendidikan dan destinasi spiritual. Berada di tengah keheningan dan keagungan situs ini, pengunjung diajak menyusuri jejak masa lalu dan memahami peran vitalnya dalam proses edukasi dan pembangunan peradaban. Hilmar melanjutkan “Sesuai arahan Presiden Jokowi pada saat kunjungan beliau di Muarajambi, kami merencanakan revitalisasi dan penataan Muarajambi beserta pembangunan museum ini. Kami bersyukur dan berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah bekerja sama dan mengawal proses ini dengan teliti dan efisien. Revitalisasi ini memiliki nilai prestisius bagi kami, karena kami bertujuan untuk mewariskan kebudayaan, bukan hanya sekadar membangun dan menata lingkungan oleh karenanya dalam menandai pekerjaan ini kami menggunakan prosesi Tegak Tiang Tuo yang memiliki nilai adat kental bagi masyarakat sekitar.”
Menurut Hilmar, Revitalisasi KCBN Muarajambi membawa sejumlah perubahan. Secara fisik, lanskap yang duludirancang seperti taman wisata diubah menjadi konsep cagar budaya. Gubernur Jambi, Al Haris, dalam acara yang sama turut menyampaikan rasa syukurnya atas proses revitalisasi yang dilakukan. “Sesuai arahan Pak Presiden, candi ini kita revitalisasi dan kembalikan fungsi sebagai pusat pendidikan dan kebudayaan. Hari ini dengan prosesi (Tegak Tiang Tuo) merupakan bukti nyata bahwa nantinya di KCBN Muarajambi akan memiliki fasilitas yang melengkapi candi. Saya berterima kasih kepada Pak Dirjen (Kebudayaan) yang meyakinkan agar revitalisasi ini berjalan dan saya yakin setelah selesai, KCBN Muarajambi akan menjadi magnet yang besar bagi Jambi.”
KCBN Muarajambi memiliki makna sejarah yang sangat dalam, merepresentasikan keunikan tradisi spiritual dan pendidikan Buddhisme di Asia Tenggara. Kompleks ini mencakup candi tinggi dan rendah, serta stupa besar yang mencapai ketinggian 27 meter, yang semuanya dibangun tanpa menggunakan semen atau bahan perekat modern. KCBN Muarajambi menjadi kompleks percandian Buddha terbesar di Asia Tenggara, membentang sepanjang 7,5 kilometer di sepanjang Sungai Batanghari dan mencakup 8 desa.
Sebagai langkah awal dari proyek ini, pada akhir April lalu telah ditandatangani kontrak konstruksi fisik pembangunan museum oleh Kepala PPK Pembangunan Museum M. Natsir Muslim Ridwan dan Senior Vice President Head of Building Operation Division PT PP (Persero) Andek Prabowo. Selain itu, juga telah ditandatangani kontrak konstruksi fisik penataan lingkungan kawasan cagar budaya oleh PPK Penataan Lingkungan Yanto H.M. Manurung dan Senior Vice President Divisi Operasi 1 PT Brantas Abipraya (Persero) Arviga Bigwanto.
Prosesi peletakan batu pertama ini dilakukan dengan mengikuti adat setempat, yakni prosesi beselang Tegak Tiang Tuo, yang melibatkan simbolisme mendalam melalui peletakan emas, perak, besi, tapak kuda, dan Sawang Angin sebagai lambang berbagai aspek kehidupan dan kekuatan alam yang harmonis. Selain itu, prosesi Beselang Tegak Tiang Tuo, yang merupakan tradisi adat istiadat tepian Sungai Batanghari, juga dilakukan. Tegak Tiang Tuo melibatkan peletakan tiang pertama menggunakan kayu bulian di tengah lokasi bangunan, dilengkapidengan cecokot, stabun tawar, serta dibacakan pento sebagai doa dan harapan.
Prosesi ini diawali dengan peletakan emas, perak, besi, tapak kuda, dan sawang angin dan diakhiri dengan penaburan setabun tawar dan secupak garam. Tiang Tuo kemudian dihiasi dengan pakaian sepelulusan, minyak kemiri, bedak, celak, kincu, dan parfum, melambangkan harapan bahwa rumah ini akan menjadi tempat yang nyaman dan memikat. Prosesi diakhiri dengan pemasangan payung rotan daun seredang, pembacaan doa, dan menyantap hidangan Puluran Selemak Manis sebagai wujud rasa syukur.
Setelah prosesi Tegak Tiang Tuo, acara dilanjutkan dengan penanaman pohon sebagai simbol komitmen untuk melestarikan lingkungan. Langkah ini menunjukkan bahwa pembangunan tidak hanya fokus pada aspek fisik candi tetapi juga pada keberlanjutan lingkungannya.
“Revitalisasi KCBN Muarajambi diharapkan membawa perubahan signifikan, khususnya bagi masyarakat sekitar, bagi peradaban Indonesia, serta memperkuat identitas budaya Indonesia di mata dunia,” tutup Hilmar.