Jaksa penuntut umum mengklaim bahwa persidangan kasus pencemaran nama baik yang melibatkan Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar dan Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti bukan untuk membungkam suara kritis, khususnya berkaitan dengan pembelaan hak asasi manusia (HAM). Hal ini disampaikan oleh tim jaksa penuntut umum (JPU) yang dipimpin oleh Yanuar Adi Nugroho saat membacakan surat tuntutan terhadap terdakwa Haris Azhar atas kasus pencemaran nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Cakung, pada Senin (13/11/2023). Mereka menekankan bahwa persidangan tersebut dilakukan untuk menangani perbuatan subjektif yang dilakukan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti yang telah mencemarkan nama baik saksi korban, Luhut B Pandjaitan.
Tak hanya itu, JPU juga menyebutkan bahwa penasihat hukum dari Haris dan Fatia tidak mampu dan tidak kreatif dalam menyusun strategi pembelaan. Argumen yang diajukan penasihat hukum Haris juga tidak memiliki dasar yuridis. Pengunjung sidang sempat berteriak saat JPU menyampaikan pernyataan ini. Selama proses pembuktian, jaksa menilai penasihat hukum juga telah menciptakan narasi menyesatkan dan memutarbalikkan fakta serta menyajikan analisis hukum yang tidak hanya keliru, tetapi juga mendiskreditkan proses hukum.
Dalam kasus ini, Haris dan Fatia didakwa mencemarkan nama baik Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan dengan adanya video yang diunggah melalui akun Youtube milik Haris yang menunjukkan adanya keterlibatan Luhut dalam kajian cepat Koalisi Bersihkan Indonesia dengan judul “Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya”. Haris dan Fatia didakwa Pasal 27 Ayat 3 juncto Pasal 45 Ayat 3 Undang-Undang ITE, Pasal 14 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946, dan Pasal 310 KUHP tentang Penghinaan. Setiap pasal tersebut juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP.
Sumber: Antara