Liputan6.com, Jakarta – Saat ini, gawai dan media sosial seolah menjadi penyelamat di kala rasa bosan melanda. Menonton cuplikan singkat video online sebelum beralih ke video lain dan video lainnya dikenal dengan sebutan “digital switching”. Banyak orang melakukan hal ini untuk mengusir kebosanan.
Namun faktanya, alih-alih menghilangkan kebosanan, perlaku ini justru meningkatkan rasa bosan menurut temuan studi yang diterbitkan baru-baru ini.
“Sebelum melakukan penelitian ini, saya kerap melakukan ‘digital switching’. Bila sebuah konten drama berlangsung terlalu lambat, saya akan mempercepatnya. Jika sebuah tayangan YouTube jadi terlihat kurang menarik, saya akan melewatkannya,” ujar penulis studi Katy Y.Y. Tam yang merupakan rekan postdoctoral di Work and Play Lab University of Toronto di Scarborough pada PsyPost.
“Namun, saya menyadari bahwa saya tidak benar-benar terlibat atau menikmati konten tersebut. Saya sering melewatkan detail plot dan menghabiskan banyak waktu berpindah dari satu video ke video lainnya,” lanjut Tam.
Tam mengatakan, dirinya kemudian tersadar bagaimana perilaku tersebut memengaruhi rasa bosan dan senang.
Bagaimana Digital Switching Pengaruhi Rasa Bosan?
“Hal ini membuat saya bertanya-tanya bagaimana perilaku peralihan seperti itu memengaruhi perasaan bosan dan senang.”
Tim Tam menyiapkan tujuh eksperimen yang melibatkan 1.200 peserta penelitian, termasuk mahasiswa Universitas Toronto dan rekrutan online.
Dalam salah satu uji coba, para relawan menonton video YouTube berdurasi 10 menit tanpa bisa mempercepatnya. Setelah itu, mereka dapat dengan bebas melihat tujuh video berdurasi lima menit dalam waktu 10 menit.
Pada tes lainnya, peserta menonton video berdurasi 10 menit sekaligus. Nantinya, mereka dapat mempercepat atau memundurkan melalui video berdurasi 50 menit selama 10 menit.