Sumenep, VIVA – Bupati Sumenep, Achmad Fauzi menginstruksikan bawahannya untuk menindak tegas oknum Kepala Sekolah (Kepsek) berinisial J (41 tahun) yang tega merudapaksa remaja putri inisial T (13), yang merupakan anak dari selingkuhannya, E (41). J dan E saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Kepolisian Resor Sumenep.
Diketahui dari penjelasan kepolisian, baik J maupun E sama-sama berstatus sebagai aparatur sipil negara atau PNS. J menjabat sebagai Kepala Sekolah di salah satu SD di Sumenep, sementara E Guru TK. Keduanya menjalin hubungan perselingkuhan. E sebetulnya sudah punya suami tapi sudah pisah rumah. Sedangkan, E tinggal bersama putrinya inisial T.
Fauzi menegaskan bahwa pihaknya akan memberhentikan dua oknum PNS tenaga pendidikan itu sesuai prosedur yang berlaku. “Guru yang terlibat masalah etika dan asusila, pasti akan kita berhentikan,” katanya di Sumenep, Madura, Jawa Timur, pada Senin, 2 September 2024.
Menurut dia, seorang guru mestinya menjadi teladan bagi masyarakat khususnya bagi para murid dan siswa. “Bukan malah mencoreng nama baik profesi dengan perilaku yang tidak terpuji. Jadi jika ada yang melanggar, langsung kita berhentikan. Tidak ada tawar-menawar,” tandas Fauzi.
Diberitakan sebelumnya, seorang ibu berinisial E (41 tahun) di Kabupaten Sumenep, Madura, tega memperdaya putri kandungnya sendiri, T (13), agar berhubungan badan dengan J (41), seorang Kepala Sekolah dasar di Sumenep. E melakukan itu hanya karena dijanjikan sepeda motor matik Vespa dan untuk mendapatkan imbalan uang.
Kepala Seksi Hubungan Masyarakat Kepolisian Resor Sumenep, Ajun Komisaris Polisi Widiarti menjelaskan, E adalah seorang guru yang berstatus sebagai PNS. Antara keduanya sudah lama berhubungan, bahkan terjalin perselingkuhan. Sementara, suami E atau ayah korban sudah pisah rumah.
E dan putrinya T tinggal berdua. Satu waktu, T meminta kepada ibunya agar dibelikan sepeda motor matik Vespa. E mengiyakan, namun syaratnya agar mau berhubungan badan dengan pria selingkuhannya, J. Hubungan badan itu dikatakan E sebagai bagian dari ritual penyucian diri. Tentu saja, T menolak.
Pada Kamis, 8 Februari 2024, E saat berdua bersama putrinya di dalam kamar kembali menyampaikan rencana ritual penyucian diri. E memaksa putrinya agar mau berhubungan badan dengan J. Bahkan, E mengancam jika putrinya tidak mau akan pindah tinggal indekos di Kota Sumenep. Tak ingin ditinggal sendirian, T akhirnya menyanggupi itu.
Pada Jumat, 9 Februari 2024, lanjut Widiarti, T dan E akhirnya pergi ke rumah J di sebuah perumahan kawasan Kolor, Kabupaten Sumenep. T langsung disuruh masuk ke dalam rumah yang di sana sudah menungggu J. Sementara, E pergi lagi ke luar.
Kepada T, J berjanji setelah berhubungan badan akan dibelikan motor matik Vespa. “J juga berkata (ke T) agar hubungan perselingkuhan antara pelaku E dengan J tidak ketahuan orang,” cerita Widiarti.
Setelah selesai, J meminta E datang untuk menjemput putrinya. Sebelum keduanya pulang, J memberikan duit Rp 200 ribu ke E dan Rp100 ribu ke T. Perbuatan durjana itu kembali terjadi di rumah J pada Jumat, 16 Februari 2024. Setelah selesai, J memberikan duit lagi kepada E dan T dengan nilai yang sama seperti sebelumnya.
Pada Juni 2024, papar Widiarti, J mengajak E dan T untuk datang ke sebuah hotel di Surabaya. Alasannya sama dengan sebelumnya, untuk melakukan ritual penyucian diri. Berdua E dan T pergi ke Surabaya dengan menumpangi bus dan langsung menuju kamar hotel yang sudah dipesan J.
Sesampai di kamar, J sudah melepas pakaian. E lalu meminta putrinya untuk melepaskan busananya. Persetubuhan kembali terjadi. Setelah itu, J memberikan duit Rp1 juta kepada E dan Rp 200 ribu kepada T. Perbuatan bejat itu dilakukan kembali sebanyak dua kali di hotel, di Kawasan Surabaya dengan imbalan duit senilai yang sama.
Kasus itu baru terungkap setelah T tak tahan dengan apa yang dialaminya. Ia bercerita kepada anggota keluarganya hingga ayah kandungnya mendengar. Tak terima, ayah kandung korban melaporkan itu ke Polres Sumenep dengan nomor laporan LP/B/212/VIII/2024/SPKT/POLRES SUMENEP/POLDA Jawa Timur, tertanggal 26 Agustus 2024.
Pada Kamis, 29 Agustus 2024, polisi bergerak dan menangkap J dan E di Kecamatan Kalianget, Sumenep. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. J dijerat dengan Undang-undang Perlindungan Anak, sementara E terancam hukuman dengan jeratan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.