Selasa, 10 September 2024 – 03:23 WIB
Jakarta, VIVA – Komisi III DPR RI meminta aparat penegak hukum dapat menggunakan pendekatan keadilan restoratof atau restorative justice kepada Tina Rambe, seorang ibu yang ditangkap karena berdemonstrasi menolak pengoperasian Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Labuhanbatu, Sumatera Utara. Permintaan DPR ini ditujukan untuk keadilan hukum bagi masyarakat.
“Aparat penegak hukum seharusnya menggunakan pendekatan restorative justice untuk penyelesaian masalah sosial antara masyarakat dengan pihak perusahaan,” kata Wakil Ketua Komisi III DPR, Pangeran Khairul Saleh, pada Senin, 9 September 2024.
Pangeran menyatakan bahwa penegak hukum seharusnya bijaksana dalam memberikan restorative justice dalam kasus seperti Tina karena hal tersebut berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat. “Pendekatan restorative justice merupakan penyelesaian perkara pidana yang melibatkan dialog dan mediasi antara korban, pelaku, dan masyarakat,” ujarnya.
Dia juga menyinggung pernyataan Kapolri Listyo Sigit Prabowo yang menyarankan agar polisi menggunakan pendekatan humanis atau soft approach. “Dan, gunakan restorative justice untuk kasus pidana yang terkait dengan masalah sosial kemasyarakatan seperti perselisihan seperti ini,” lanjut Pangeran.
Polemik penolakan warga terhadap pengoperasionalan pabrik sawit di Labuhanbatu sudah berlangsung lama sejak tahun 2017. Namun, baru-baru ini kasus tersebut mencuat dan menarik perhatian masyarakat setelah video Tina saat berada dalam tahanan viral di media sosial.
Video tersebut menampilkan Tina berbicara dan memeluk anaknya yang masih di bawah lima tahun dari balik jeruji tahanan. Pangeran mengkritik kurangnya sensitivitas dari penegak hukum dan mempertanyakan mengapa hanya Tina yang tidak mendapat penangguhan penahanan.
“Aparat seharusnya bisa menggunakan diskresi. Mereka bisa menyiapkan ruangan khusus agar Tina bisa bertemu anaknya dalam suatu ruangan tanpa sekat. Anaknya kasihan harus melihat ibunya di penjara seperti itu, ini adalah soal kemanusiaan,” ujarnya.
Pangeran juga meminta penegak hukum untuk menjelaskan alasan mengapa hanya Tina Rambe yang tidak mendapat penangguhan penahanan. “Dan, mengapa proses praperadilan tidak diputus-putus, hal ini melanggar kepastian hukum juga,” tambah Pangeran.
Selain itu, Pangeran juga menyoroti video viral lainnya yang menunjukkan bahwa Tina tidak diizinkan bertemu anaknya saat ia menjalani sidang di pengadilan. Menurut Pangeran, meskipun ada aturan terkait hal ini, petugas diharapkan bisa lebih bijaksana.
“Pastinya harus ada sedikit empati terhadap seorang ibu yang ingin bertemu anaknya. Mengapa malah dihalangi begitu,” kata Pangeran. Dia menekankan bahwa jaksa dan petugas kepolisian juga bisa memberikan keringanan terkait waktu penjagaan agar tersangka dapat bertemu anaknya.
Pangeran juga meminta penegak hukum untuk melakukan dialog antara perusahaan, masyarakat, dan pemerintah untuk menyelesaikan perselisihan secara damai. Pendekatan restorative justice dalam menyelesaikan kasus yang berkaitan dengan masalah sosial masyarakat diharapkan dapat menghindari eskalasi dan melindungi hak-hak masyarakat tanpa perlu tindakan hukum yang represif.
Lebih lanjut, Pangeran menilai bahwa pendekatan restorative justice selain bersifat humanis juga dapat mengurangi kesan arogansi dari penegak hukum. Dia mengatakan bahwa penyelesaian konflik antara masyarakat dan perusahaan harus dilakukan melalui dialog konstruktif yang dapat mencegah eskalasi.
“Dalam menyelesaikan kasus yang berkenaan dengan masalah sosial masyarakat, utamakan restorative justice. Hal ini sesuai dengan kualifikasi yang diatur dalam Peraturan mengenai RJ,” jelas Pangeran.
Pangeran juga menyoroti bahwa penegak hukum seharusnya dapat bertindak sebagai mediator dalam kasus perselisihan antara masyarakat dan perusahaan untuk mencegah tindakan anarkis. Dia menilai bahwa pelaku hanya berusaha menuntut keadilan bagi masyarakat dan penegak hukum seharusnya dapat memahami hal ini.
Untuk diketahui, Gustina Salim Rambe atau Tina Rambe bersama dua teman aktivisnya ditangkap saat melakukan aksi demo menolak pengoperasian Pabrik Kelapa Sawit pada tanggal 20 Mei 2024. Penolakan tersebut dilakukan karena pabrik sawit dianggap merugikan masyarakat sekitar dengan suara bising, bau, polusi udara, dan pencemaran air sumur.
Selain itu, lokasi pabrik sawit yang berdekatan dengan sekolah juga dianggap mengganggu kenyamanan murid dan membahayakan keamanan anak-anak. Tina dikenal sebagai sosok yang vokal dalam menyuarakan penolakan terhadap operasional PKS tersebut.
Dari tiga orang yang ditangkap, dua di antaranya sudah mendapatkan penangguhan penahanan. Hanya Tina Rambe yang masih ditahan.