Pada Rabu, 26 Februari 2025, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menetapkan Mohamad Haniv (HNV), eks Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, HNV dilarang bepergian ke luar negeri mulai 19 Februari 2025 berdasarkan Surat Keputusan Nomor 109 tahun 2025 yang dikeluarkan oleh KPK. Hal ini dilakukan untuk memastikan keberadaan HNV di Indonesia selama proses penyidikan berlangsung.
Direktur KPK, Asep Guntur, menjelaskan bahwa HNV menggunakan jabatannya selama menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus dari tahun 2015 hingga 2018 untuk meminta sejumlah uang dari beberapa pihak demi kepentingan bisnis fashion anaknya. Dugaan penerimaan gratifikasi oleh HNV mencakup sponsorship pelaksanaan fashion show senilai Rp804 juta, penerimaan valas sebesar Rp6.665.006.000, dan penempatan pada deposito BPR sejumlah Rp14,088,834,634, dengan total penerimaan diperkirakan mencapai Rp21,560,840,634.
Sebagai konsekuensi dari tindakannya, HNV dijerat dengan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. KPK juga mengungkap bahwa HNV, selama menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, menerima sejumlah uang dalam jumlah besar tanpa dapat menjelaskan asal usulnya. Tindakan KPK dalam mengungkap kasus dugaan korupsi ini merupakan bagian dari upaya untuk memberantas praktik korupsi di lingkungan instansi pemerintah. Selain itu, hal ini juga menunjukkan komitmen KPK dalam melakukan penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku korupsi demi menjaga integritas dan keadilan di Indonesia.