Surveilans menjadi strategi utama dalam menghadapi ancaman varian baru COVID-19, menurut Prof. Tjandra Yoga Aditama, Direktur Pascasarjana Universitas YARSI dan mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara 2018–2020. Prof. Tjandra menjelaskan pentingnya surveilans dalam pengendalian penyakit menular, termasuk COVID-19, melalui contoh sistem yang sistematis di Malaysia dengan penerapan Prevention and Control of Infectious Diseases Act 1988 [Act 342]. Hal ini memungkinkan deteksi dini dan respons cepat terhadap potensi wabah. Dia juga menekankan perlunya pemantauan ketat terhadap berbagai variasi epidemiologik virus, bukan hanya jumlah kasus dan kematian, tetapi juga pola genomiknya.
Di Singapura, varian JN.1 dan varian turunannya masih dominan, sementara di Thailand, terdeteksi varian baru bernama XEC. Varian XEC, yang merupakan hasil rekombinasi dari subvarian FLiRT (KS.1.1) dan FLuQE (KP.3.3), pertama kali ditemukan di Jerman pada Juni 2024 dan kini telah menyebar ke sedikitnya 15 negara. Meskipun varian ini lebih mudah menular karena beberapa mutasi, belum ada laporan resmi mengenai keberadaannya di Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI memastikan bahwa penyebaran COVID-19 di Indonesia masih dalam batas aman. Penguatan sistem pemantauan penyakit menular terus dilakukan secara konsisten, baik melalui sistem sentinel maupun pemantauan di pintu masuk negara. Meski demikian, masyarakat tetap diimbau untuk menjaga kebersihan, menghindari kerumunan jika sakit, serta memantau informasi resmi dari pemerintah terkait perkembangan situasi COVID-19.