Keputusan Kemendagri untuk memasukkan 4 pulau ke dalam wilayah Provinsi Sumatera Utara dari sebelumnya bagian dari Provinsi Aceh telah menimbulkan reaksi di kalangan masyarakat Aceh. Anggota DPR Desak Pemerintah Pusat Aktif Mediasi Sengketa 4 Pulau Sumut-Aceh. Komisi II DPR RI akan segera menjadwalkan pemanggilan terhadap Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Bobby Nasution, dan Gubernur Aceh Muzakir Manaf terkait sengketa tersebut. Mereka juga akan memanggil Bupati Aceh Singkil Safriadi Oyon dan Bupati Tapanuli Tengah Masinto Pasaribu untuk duduk bersama guna menyelesaikan polemik tersebut.
Komisi II DPR RI akan memfasilitasi pertemuan antara Kemendagri, Pemprov Aceh, Pemprov Sumut, Pemkab Aceh Singkil, dan Pemkab Tapanuli Tengah untuk mencari solusi yang tepat dengan asas kekeluargaan dan persatuan. Semua pihak diminta untuk menyelesaikan sengketa empat pulau tersebut dengan cara musyawarah mufakat, holistik, adil, dan partisipatif, menggabungkan berbagai aspek seperti hukum, teknologi geospasial, sejarah, dan dialog sosial. Konflik batas wilayah antarprovinsi, seperti yang terjadi antara Aceh-Sumatera Utara, tidak hanya masalah teknis peraturan belaka, tetapi juga menyangkut identitas, histori, ekonomi, sosial, dan sejarah.
Untuk penyelesaian sengketa Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang, beberapa langkah disarankan. Pertama, menunda eksekusi Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 hingga klarifikasi lapangan dilakukan. Kedua, membentuk Tim Klarifikasi Wilayah oleh Kemendagri bersama Pemprov Aceh dan Sumatera Utara, BIG, BPN, dan DPR RI. Ketiga, melibatkan masyarakat lokal dan lembaga adat Aceh dalam proses verifikasi fakta. Di samping itu, Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 harus berdasarkan ketentuan yang berlaku tanpa melanggar aturan yang telah ditetapkan.
Kasus perebutan pulau antarwilayah di Indonesia tidak hanya terjadi antara Aceh dan Sumatera Utara, tetapi juga di daerah lain seperti NTT dan Maluku, Kalimantan Tengah dan Selatan, serta Jakarta dan Banten. Hal ini menegaskan perlunya penyelesaian yang cermat dan bersifat komprehensif untuk menjaga kedaulatan wilayah. Hanya dengan pendekatan yang bijaksana dan inklusif, sengketa antarprovinsi dapat diselesaikan tanpa memunculkan perpecahan atau pertikaian yang lebih besar.