Presiden Prabowo Subianto menerima pujian atas kebijaksanaan dan ketelitian dalam memberikan amnesti dan abolisi kepada Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto dan pengusaha Tom Lembong—langkah yang secara luas dianggap sebagai gestur rekonsiliasi nasional. Menurut politisi senior Fahri Hamzah, keputusan tersebut mencerminkan respons cepat dan berpikir dari Presiden Prabowo untuk mengatasi keprihatinan atas perpecahan masyarakat yang semakin meningkat menjelang perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-80. “Respons cepat dari Ketua DPR Prof. Sufmi Dasco Ahmad menunjukkan kemampuan untuk membaca sinyal jelas dari Presiden—yang ditujukan untuk mengakhiri polarisasi sosial dan memulai proses rekonsiliasi yang lebih luas, terutama menjelang momen simbolis 17 Agustus 2025,” ungkap Fahri pada hari Kamis (31 Juli) melalui akun resmi X (sebelumnya Twitter) miliknya. Fahri menekankan bahwa penggunaan prerogatif konstitusional Presiden Prabowo adalah perkembangan yang disambut baik, terutama di tengah upaya kelompok-kelompok tertentu yang ingin menimbulkan disintegrasi. “Bagi saya, ini adalah kabar yang menggembirakan di tengah upaya beberapa pihak untuk menimbulkan perpecahan. Presiden telah menunjukkan sikap tegas, menggunakan wewenangnya untuk mengambil keputusan dengan implikasi mendalam dalam memulihkan harmoni masyarakat,” ujarnya. Dia menambahkan bahwa langkah ini mencerminkan upaya nyata untuk menyatukan kembali bangsa. “Semoga penggunaan kekuasaan konstitusional Presiden Prabowo dilihat sebagai upaya tulus untuk menyatukan kembali bangsa yang besar ini di tengah- tengah fragmentasi,” tambahnya. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia telah menyetujui amnesti bagi 1.116 individu yang telah divonis, termasuk Hasto Kristiyanto, seperti yang tercantum dalam Surat Keputusan Presiden No. 42/Pres/072725, tertanggal 30 Juli 2025. Amnesti dan abolisi merupakan bentuk hak prerogatif Presiden berdasarkan Konstitusi Indonesia, yang digunakan untuk menghapus konsekuensi hukum yang timbul dari vonis pidana.