Pada Rabu, 20 Agustus 2025, Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) Syamsul Bahri Siregar mengungkapkan bahwa total uang yang diterima dalam kasus dugaan suap terhadap putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) antara tahun 2023 hingga 2025 mencapai 2,5 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 40 miliar.
Uang suap tersebut diduga diterima oleh lima orang, yaitu Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta, Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan, serta tiga hakim yang menangani kasus tersebut, Djuyamto sebagai Hakim Ketua, dan Ali Muhtarom serta Agam Syarief Baharudin sebagai hakim anggota.
JPU menyampaikan bahwa uang suap yang diterima Arif, Wahyu, dan tiga hakim lainnya diterima dua kali. Penerimaan pertama berupa uang tunai sebesar 500 ribu dolar AS atau senilai Rp 8 miliar, dengan pembagian kepada masing-masing penerima. Kemudian, penerimaan kedua berupa uang tunai 2 juta dolar AS atau senilai Rp 32 miliar, yang juga dibagi kepada masing-masing penerima.
Kasus ini bermula pada Juni 2023 ketika Kejagung melakukan penyidikan terkait tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya pada industri kelapa sawit. Dalam persidangan, terungkap bahwa uang suap telah dipindahkan kepada pihak terdakwa korporasi untuk memengaruhi putusan ontslag. Seluruh proses ini berujung pada pembacaan putusan ontslag pada 19 Maret 2025, sesuai permintaan pihak terdakwa korporasi.