Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan ketegasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait kebijakan hilirisasi. Bahlil mengatakan Jokowi tak gentar mempertahankan keputusan melarang ekspor bijih nikel, meski mendapat tentangan keras dari Eropa.
Bahlil menyebut ketegasan ini menjawab keraguan publik terhadap kepemimpinan Jokowi. Bahlil menyampaikan Jokowi yang dikenal sebagai pribadi yang tenang bisa menjadi keras saat memperjuangkan kepentingan bangsa di dunia internasional, termasuk soal hilirisasi nikel.
“Pak Jokowi yang kita kenal gayanya saja yang unggah-ungguh, tetapi kerasnya minta ampun, apalagi menterinya ini juga dari Papua, ya ini perpaduan Jawa dan Papua,” ujar Bahlil dalam diskusi Media Center Indonesia Maju bertajuk “Hililirasi untuk Negeri” di Jakarta, Senin (11/12/2023).
Bahlil mengatakan komitmen Jokowi juga mendorong dirinya untuk berani saat bertemu dengan calon investor dari Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Bahlil menyebut banyak investor luar negeri yang menilai Indonesia sebagai negara yang dapat mengikuti apa pun kemauan mereka.
“Tapi kita tunjukkan kalau Indonesia saat ini sudah bukan seperti yang mereka kira,” ucap Bahlil.
Jokowi, lanjut Bahlil, ingin Indonesia mampu mengoptimalkan SDA untuk menciptakan nilai tambah, menciptakan lapangan pekerjaan, dan meningkatkan daya saing. Bahlil pun mencontohkan langkah Inggris yang melakukan program hilirisasi tekstil sejak abad 16 dan abad 17.
Inggris kala itu, ucap Bahlil, menguasai bahan baku tekstil, yaitu wool. Inggris menerapkan hilirisasi dan baru melakukan ekspor terhadap produk jadi tekstil.
“AS di abad 19 juga tahu betul bagaimana membangun industri dan komoditas mentahnya dalam negeri. Dia menerapkan 45 persen pajak impornya,” cerita Bahlil.
Bahlil menyampaikan pemerintah Jokowi telah menancapkan fondasi besar dalam memggenjot hilirisasi SDA. Bahlil menyebut momentum ini harus dapat berlanjut siapa pun pemerintahnya ke depan.
“Presiden Jokowi itu juga meminta hilirisasi nikel dapat menarik teknologi ke Indonesia, membuka pasar luar negeri, menciptakan tenaga kerja berkualitas, dan tentunya memperbesar devisa negara,” kata Bahlil.