Musim kemarau yang panjang, kualitas udara yang memburuk, dan pemanasan suhu yang meningkat adalah tanda-tanda dari perubahan iklim di Indonesia dan dunia. Hal ini menimbulkan masalah seperti bencana alam dan peningkatan penyakit. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk melakukan upaya pencegahan dan pengendalian agar situasi tidak semakin buruk.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat ada enam penyakit yang sensitif terhadap perubahan iklim, yaitu infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), pneumonia, diare, demam berdarah dengue (DBD), malaria, dan leptospirosis. Jika perubahan iklim semakin nyata dan terus memburuk, risiko peningkatan kasus penyakit ini tidak dapat dihindari.
Direktur Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Anas Maruf, menekankan bahwa penyakit-penyakit ini bisa meningkat jika tidak dilakukan upaya pencegahan dan pengendalian, terutama karena perubahan iklim yang semakin nyata. Hal ini menjadi perhatian serius, karena peningkatan kasus penyakit ini dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat.
Penyakit-penyakit yang disebutkan oleh Anas erat kaitannya dengan udara dan kebersihan lingkungan, seperti ISPA dan pneumonia yang menyerang paru-paru, serta DBD dan malaria yang disebabkan oleh nyamuk. Peningkatan jumlah kasus ISPA sejak tahun 2021 dan tren peningkatan dan penurunan kasus DBD yang fluktuatif juga menunjukkan dampak dari perubahan iklim.
Selain itu, perubahan iklim juga menyebabkan terjadinya bencana alam, seperti cuaca ekstrem, banjir, kebakaran hutan dan lahan, tanah longsor, kekeringan, gelombang pasang, dan abrasi. Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan tren peningkatan kejadian bencana sejak 2013 hingga 2023. Banjir menjadi bencana alam dengan kejadian terbanyak, terutama dalam dua tahun terakhir.
Dalam menghadapi dampak perubahan iklim, Kemenkes melakukan sejumlah upaya, seperti pemantauan terhadap penyebaran penyakit sensitif iklim, edukasi dan promosi kesehatan kepada masyarakat, serta koordinasi dengan semua pihak terkait untuk melakukan sosialisasi dan advokasi. Selain itu, juga disiapkan sumber daya manusia kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai.
Melalui langkah-langkah ini, diharapkan masalah kesehatan dan bencana alam akibat perubahan iklim dapat ditekan dan dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan dampak yang lebih buruk bagi masyarakat.