Tim kampanye Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka meyakini bahwa mencapai target pertumbuhan ekonomi antara 6 hingga 7 persen, seperti yang tercantum dalam visi-misi mereka, adalah suatu keharusan yang sangat penting. Menurut Drajad Wibowo, anggota Dewan Pakar TKN, pencapaian tingkat pertumbuhan itu adalah kunci untuk mewujudkan visi Indonesia menjadi negara maju pada tahun 2024. “Perlu, jadi target 6-7 persen mutlak buat kami,” kata Drajad pada tanggal yang dikutip, yaitu Rabu (20/12/2023). Drajad menyatakan bahwa strategi utama Prabowo-Gibran dalam mencapai target ekonomi tersebut terfokus pada pengeluaran pemerintah. Menurut dia, Prabowo-Gibran memiliki rencana untuk memberikan makan siang gratis dan menyediakan susu kepada jutaan anak dan ibu di Indonesia sebagai bagian dari visi-misi mereka. Menurut Drajad, penyediaan telur untuk makan siang dan pemberian susu secara gratis akan memberikan dorongan ekonomi bagi peternak ayam dan sapi lokal. Menurut perhitungan Drajad, penyediaan makanan tersebut dapat memberikan kontribusi sebesar 0,6 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). “Contohnya makan siang, seandainya makan siang dan susu gratis dilakukan pada 2023, ada tambahan 0,6 persen sampai 0,65 persen pertumbuhan tambahannya,” katanya. Sasaran pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi tidak hanya diamanatkan oleh pasangan Prabowo-Gibran. Pasangan dengan nomor urut 1 juga menargetkan pertumbuhan ekonomi antara 5,5 persen hingga 6,5 persen, sementara pasangan dengan nomer urut 2 berkomitmen untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen. Beberapa pihak menilai bahwa mencapai target pertumbuhan tersebut akan menjadi tantangan yang berat. Penyebabnya adalah kondisi ekonomi global yang sedang melemah secara merata dan diprediksi akan berlangsung dalam waktu yang cukup lama. “Kalau kita lihat analisis dari berbagai, global economy prospect (World Bank) lah, IMF. Masalahnya bukan hanya slowdown in growth, dan ini bukan cyclical, tapi ini secular, secular slowdown in economic growth for the rest of this decade,” kata Mari Elka Pangestu, yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia. “Dan kalau di Indonesia kita anggap 5 persen is too low sebenarnya sudah sangat baik, tapi kalau berharap 6-7 persen di dekade ini mungkin agak sulit,” tegas Mari. Selain fase saat ini yang menunjukkan penurunan yang berlangsung dalam jangka waktu lama, menurut Mari, masa depan juga akan menghadapi berbagai tekanan atau benturan yang lebih banyak dibandingkan dengan masa sebelumnya. Oleh karena itu, yang Indonesia perlukan saat ini adalah mempertahankan ketahanan pertumbuhan alih-alih memaksa untuk meningkatkan pertumbuhan secara drastis. “Dunia akan lebih banyak menghadapi banyak shock dibanding periode-periode sebelumnya, apakah itu climate shock, health shock, economic shock, financial crisis, maka itu kita harus resilient, pentingnya resilient ada kaitannya dengan shock yang akan dialami,” ucapnya. (Sumber: Antara)