Oleh Prabowo Subianto [diambil dari Buku 2 Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn.) Prabowo Subianto]
“Di tahun 2013 saya pernah diwawancarai televisi Al Jazeera. Format wawancara “Talk to Al Jazeera” yang diajukan adalah 1 lawan 1 dengan seorang pewarta senior selama 25 menit. Ditayangkan untuk seluruh dunia. Waktu itu disampaikan potensi penontonnya puluhan, kalau tidak ratusan juta orang. Setelah kita berbicara mengenai berbagai perjuangan politik saya, pewarta itu mengatakan, “Bapak Prabowo dikatakan pernah melakukan ini itu, sehingga Bapak tidak boleh masuk Amerika Serikat.” Jawaban saya, “Nelson Mandela juga pernah tidak boleh masuk Amerika Serikat. Ia juga pernah dikatakan pernah melakukan macam-macam. Tapi ia tetap tegar pada pendiriannya, sampai akhirnya sejarah membenarkannya.” Saya kagum dengan Nelson Mandela. Di saat-saat dimana saya merasa berat, merasa dikucilkan karena dituduh macam-macam, saya sering teringat perjuangan Mandela. Kisah perjuangannya membuat saya tegar. Berbagai kesulitan yang saya pernah alami tidak seberapa dibandingkan Mandela.”
Nelson Rolihlahla Mandela lahir pada 18 Juli 1918 di Mvezo, Afrika Selatan dan meninggal dunia pada 5 Desember 2013 di Johannesburg, Afrika Selatan. Beliau dikenal sebagai tokoh pejuang anti-apartheid, Presiden Afrika Selatan (1994–1999), dan tokoh perdamaian dunia.
Kebijakan politik apartheid mulai berlaku di Afrika Selatan sekitar awal abad ke-20. Kebijakan diskriminatif berdasarkan warna kulit ini membuat penduduk asli berkulit hitam hidup di bawah dominasi kulit putih yang minoritas. Mereka hidup terpisah dari kulit putih dengan segala pembatasan, seperti kepemilikan tanah dan juga bepergian.
Nelson Mandela sebenarnya lahir tidak seperti kebanyakan warga kulit hitam. Ayahnya, Henry Gadla Mandela, adalah ketua penasihat pimpinan keluarga Kerajaan Thembu. Pada saat usianya 12 tahun, sang ayah yang ketika itu sakit-sakitan, yang kemudian meninggal, menitipkan Nelson Mandela kepada keluarga raja di Great Place di Mqhekezweni.
Karena itu pula Nelson Mandela baru mengetahui kebijakan apartheid setelah duduk di bangku sekolah. Buku-buku sejarah yang dipelajarinya hanya mengenal kulit putih sebagai pahlawan sementara kulit hitam digambarkan sebagai biadab. Seiring itu dia menyaksikan sendiri bagaimana ketimpangan kehidupan antara kulit putih dan hitam.
Marah dengan ketidakadilan yang dia lihat menimpa rakyatnya, Mandela meninggalkan universitas tanpa menyelesaikan gelarnya dan menjadi pejuang kemerdekaan penuh waktu. Dia bergabung dengan pejuang kemerdekaan lainnya seperti Walter Sisulu dan menjadi pemimpin terkemuka ANC.
Setelah hampir 10 tahun organisasi dan aksi politik yang hampir terus menerus, pada tahun 1961 Mandela menyimpulkan bahwa tidak ada cara untuk menyingkirkan rezim apartheid tanpa perjuangan bersenjata. Ia ikut mendirikan sayap militer ANC, yang diberi nama Tombak Bangsa (Umkhonto we Sizwe) dengan inisial MK.
Pada tahun 1962, Nelson Mandela bersama 10 pemimpin ANC lainnya ditangkap dengan tuduhan melakukan sabotase dan konspirasi menggulingkan Pemerintah dengan cara kekerasan. Dia kemudian dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Penahanan Mandela tidak hanya memantik protes dari orang-orang kulit putih, bahkan tekanan dari luar negeri juga datang agar pemerintah membebaskan Mandela. Pada tahun 1985, Presiden Pieter Willem Botha bersedia bahkan menawarkan pembebasan Mandela dengan syarat perlawanan bersenjata dihentikan. Mandela menolak.
Mandela baru bebas pada tahun 1990 setelah Frederik Willem de Klerk menggantikan Botha. De Klerk membebaskan Mandela di tengah ancaman perang antar ras dan juga tekanan internasional. Tiga tahun setelah itu, Mandela dan de Klerk dianugerahi penghargaan Nobel Perdamaian.
Pada tahun 1994, Nelson Mandela terpilih menjadi presiden kulit hitam pertama melalui pemilu demokratis yang juga digelar untuk pertama kali. Dia kemudian mengakhiri sistem apartheid. Selain itu, Mandela juga merintis rekonsiliasi nasional yang membuatnya dipuji banyak orang. Pujian semakin membesar kepadanya seiring dengan keputusan Mandela hanya satu periode menjadi presiden. Pasca tahun 1999 setelah lengser, Mandela menjalankan tugas-tugas kemanusiaan dan menjadi tokoh dunia.
Dikutip dari: “Buku 2 Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn.) Prabowo Subianto”