Pengamat politik Ray Rangkuti mengemukakan pandangannya dalam diskusi Konsolidasi Pro Demokrasi di Jakarta pada hari Ahad (21/1/2024). Diskusi tersebut dihadiri oleh mantan aktivis 98 dan membahas pelanggaran HAM, politik dinasti, dan pemerintahan Neo Orba yang dinilai dapat merusak demokrasi Indonesia.
Mundurnya sejumlah elite politik dari jabatan di pemerintahan dan perusahaan negara terus terjadi. Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok resmi mengundurkan diri sebagai komisaris utama di PT Pertamina (Persero), setelah langkah serupa dilakukan Mahfud MD yang mundur sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) dan Jaleswari Pramodhawardani Deputi V Kepala Staf Kepresidenan.
Menurut pengamat politik Ray Rangkuti, gelombang mundurnya sejumlah tokoh, khususnya dari PDIP, dari pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi sudah tidak lagi tertahan. Dalam waktu dekat, ia meyakini, masih akan ada tokoh PDIP yang mundur dari kekuasaan.
Ia menjelaskan bahwa mundurnya PDIP dari sisi Jokowi tidak akan berdampak terhadap legitimasi presiden. Namun, kekuatan politik Jokowi otomatis tergerus dengan situasi tersebut. PDIP adalah partai dengan lebih dari 20 persen suara di DPR, sehingga suara PDIP di parlemen sangat penting untuk membuat kebijakan. Dengan perginya PDIP, banyak aturan yang diinginkan Jokowi tak bisa jadi kenyataan.
Ray juga menyatakan bahwa ke depan bukan hanya kabinet dari PDIP yang mundur, yang non-kabinet juga mungkin akan menyusul. Kekuatan politik Jokowi perlahan akan memudar. Walhasil, dalam Jokowi ke depan akan sangat bergantung pada Partai Gerindra dan Golkar. Apalagi, belakangan para akademisi juga sudah mulai melakukan perlawanan terhadap pemerintahan Jokowi.