Kekecewaan dan protes muncul setelah Menteri BUMN Erick Thohir menunjuk Silfester Matutina, relawan Presiden Joko Widodo, sebagai Komisaris Independen PT Rajawali Nusantara Indonesia (ID Food). Silfester, yang sebelumnya terlibat dalam kasus pencemaran nama baik terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, kini duduk di posisi komisaris BUMN tanpa menjalani hukuman penjara. Hal ini menuai kritik dari Tim Advokasi Antikriminalisasi Akademisi dan Aktivis, kubu Roy Suryo cs, yang menilai bahwa keputusan tersebut tidak etis dan merugikan rasa keadilan masyarakat.
Pasalnya, penunjukan Silfester sebagai komisaris BUMN juga menimbulkan pertanyaan tentang gaji besar yang akan diterimanya dari posisinya tersebut. Sebagai bagian dari rakyat Indonesia, sebagian orang merasa tidak setuju bahwa uang pajak yang dipungut dari masyarakat digunakan untuk membayar terpidana sebagai komisaris BUMN. Di sisi lain, Korps Adhyaksa memberikan pernyataan tegas terkait klaim Silfester soal damai dengan Jusuf Kalla, menegaskan bahwa putusan pengadilan 1,5 tahun penjara akan tetap dilaksanakan.
Meskipun Silfester mencoba untuk menyatakan bahwa kasusnya dengan Jusuf Kalla telah selesai damai, namun keputusan pengadilan harus tetap ditaati. Kejaksaan Agung menegaskan bahwa putusan tersebut berkekuatan hukum tetap dan akan dijalankan sesuai instruksi pengadilan. Dalam konteks kontroversi ini, masyarakat menunjukkan kekhawatiran dan ketidaksetujuan terhadap pemberian posisi penting kepada seseorang yang seharusnya menjalani hukuman pidana atas tindakannya.