Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, menjelaskan bahwa pemberian remisi kepada terpidana kasus korupsi e-KTP Setya Novanto telah dilakukan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Menurut Sahroni, proses tersebut telah melalui proses hukum yang telah ditetapkan dan keputusan telah diambil oleh pihak yang berwenang, sesuai dengan aturan yang berlaku. Sahroni juga menegaskan bahwa pemberian remisi tidak sama dengan pemberian amnesti atau abolisi yang merupakan hak prerogatif Presiden. Dia menilai bahwa proses hukum tetap berjalan sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Menurut Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Mashudi, Setya Novanto mendapatkan remisi selama 28 bulan dan 15 hari sebelum dinyatakan bebas bersyarat pada 16 Agustus 2025. Novanto juga telah melunasi denda dan uang pengganti atas kerugian negara yang disebabkannya dalam kasus korupsi pengadaan KTP elektronik. Mashudi menyatakan bahwa semua narapidana berhak mendapatkan remisi atau bebas bersyarat, asalkan telah memenuhi syarat yang ditentukan. Tidak ada pilih kasih dalam memberikan hak tersebut kepada warga binaan, termasuk Setya Novanto.
Dengan demikian, proses pemberian remisi kepada Setya Novanto dianggap telah sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku dan merupakan bagian dari proses hukum yang harus dijalani oleh setiap narapidana. Itu adalah proses yang harus dilalui secara berjenjang dan sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Semua warga binaan memiliki hak yang sama untuk mendapatkan remisi atau bebas bersyarat, asalkan telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam aturan yang berlaku.