Home Kesehatan Skrining Kesehatan Jiwa Gratis untuk Warga Indonesia

Skrining Kesehatan Jiwa Gratis untuk Warga Indonesia

0

Diperkirakan sekitar 450 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental, gangguan neurologis, atau penyalahgunaan zat, yang secara kolektif menyumbang 14 persen dari beban penyakit global. Dari jumlah tersebut, sekitar 154 juta orang menderita depresi. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 mencatat bahwa 6,2 persen penduduk berusia 15-24 tahun mengalami depresi. Sementara Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat prevalensi depresi di Indonesia mencapai 1,4 persen, dengan kelompok usia 15-24 tahun menjadi yang paling rentan.

Depresi merupakan penyebab utama disabilitas pada remaja dan dapat berujung pada bunuh diri. WHO menyebutkan bahwa bunuh diri adalah penyebab kematian keempat pada remaja di seluruh dunia. Sayangnya, banyak gangguan mental yang tidak terdeteksi dan tidak mendapatkan penanganan yang memadai. Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) tahun 2022 menunjukkan bahwa 5,5 persen remaja usia 10-17 tahun di Indonesia mengalami gangguan mental, di antaranya depresi, kecemasan, PTSD, dan ADHD.

Depresi memiliki keterkaitan erat dengan risiko bunuh diri. Orang dengan gangguan depresi memiliki kemungkinan hampir lima kali lebih tinggi untuk berpikir tentang bunuh diri dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami depresi. Data SKI 2023 mengungkapkan bahwa 61 persen anak muda yang mengalami depresi dalam satu bulan terakhir pernah berpikir untuk mengakhiri hidup, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami depresi.

Psikolog Anak, Remaja & Keluarga dari Tigagenerasi, Ayoe Sutomo, menyambut baik program skrining kesehatan jiwa. Menurutnya, skrining kesehatan jiwa memberikan kesempatan bagi individu untuk mengetahui kondisi psikologis mereka yang mungkin tidak disadari. Skrining ini penting untuk mencegah masalah kesehatan mental yang lebih serius di masa depan. Psikolog Klinis Keluarga dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (LPTUI) Depok, Anna Surti Ariani, juga menekankan pentingnya skrining kesehatan mental sebagai langkah preventif yang tidak selalu harus diikuti dengan terapi.

Exit mobile version