Penggunaan sound horeg, atau sistem pengeras suara ukuran besar yang marak di sejumlah daerah, perlu diatur dengan baik. Hal ini disampaikan oleh Anggota Komisi II DPR RI, Muhammad Khozin. Menurut Khozin, pengaturan sound horeg harus memperhatikan berbagai aspek, baik yuridis, sosiologis, maupun filosofis. Ia menegaskan bahwa yang dibutuhkan adalah pengaturan, bukan pelarangan. Pengaturan tersebut dapat berupa peraturan atau panduan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah, seperti gubernur, bupati, dan walikota. Tujuan dari pengaturan ini adalah untuk meminimalisir dampak buruk yang ditimbulkan, terutama pada aspek ekonomi, UMKM, dan hiburan.
Khozin juga menekankan pentingnya mempertimbangkan berbagai hal seperti radius penyelenggaraan kegiatan, prosedur perizinan, besaran desibel yang dapat diputar, kesehatan telinga, serta penghindaran unsur pornografi dalam kegiatan sound horeg. Ia menyebut fatwa MUI Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2025 dapat menjadi acuan bagi pemerintah daerah dalam merumuskan pengaturan terkait penggunaan sound horeg. Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah menyiapkan regulasi dan membentuk tim khusus untuk merespons fenomena sound horeg yang marak di sejumlah daerah di Jatim.
Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa, juga menyoroti hal yang sama. Dia menegaskan perlunya mengambil pendekatan yang komprehensif dalam menanggapi fenomena sound horeg, melibatkan berbagai aspek seperti agama, lingkungan, budaya, hukum, dan kesehatan. Tujuannya adalah untuk mencari solusi terbaik yang dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Dengan demikian, Pengaturan sound horeg perlu dibuat dengan cermat dan matang untuk menghindari dampak negatif dan memaksimalkan manfaat dari penggunaannya.